Hi Alls,

It is impossible for you to see other than the contents of your consciousness

Kemarin malam saya ke Jogja dengan bus malam sekitar jam 24.00. Sambil terngatuk-ngantuk di dalam bus yang melaju kencang saya merenung. Momen seperti ini yang biasa saya manfaatkan untuk melakukan indepth thinking terhadap berbagai hal.

Nah, malam kemarin saya berpikir mengenai korelasi antara pikiran (mind), buah pikir (thought), kepercayaan (belief), emosi (emotions), dan perasaan (feelings). Di buku saya menulis bahwa ada lima cara untuk masuk ke pikiran bawah sadar yaitu melalui jalur:

1. Repetisi

2. identifikasi kelompok dan keluarga

3. informasi yang disampaikan figur otoritas

4. emosi

5. kondisi alfa/theta (hipnosis)

Saya lalu berpikir, bagaimana caranya untuk memastikan bahwa suatu program pikiran (thought) telah benar-benar masuk dan diterima oleh pikiran bawah sadar sepenuhnya? Apa indikator yang bisa digunakan untuk menggaransi bahwa program telah diterima dan siap untuk dijalankan oleh pikiran bawah sadar? Maksud saya, apa yang bisa digunakan sebagai suatu acuan standar guna memastikan bahwa program telah masuk, diterima, dimengerti oleh pikiran bawah sadar? Jika dalam konteks terapi saya bisa dengan sangat mudah melakukan pemeriksaan terhadap klien.

Pertanyaan ini sebenarnya adalah pertanyaan peserta seminar yang mengirim email pada saya. Walaupun saya tahu pasti, dengan memenuhi prasyarat tertentu, maka program yang dimasukkan pasti akan masuk ke pikiran bawah sadar, diterima, dan dilaksanakan, namun peserta perlu “diyakinkan” dengan “sesuatu” yang bisa mereka lakukan sendiri.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diluruskan mengenai pikiran sadar dan bawah sadar. Selama ini pikiran sadar dianggap sebagai tuan dan pikiran bawah sadar dianggap sebagai hamba yang senantiasa setia melayani tuannya. Ini pandangan yang kurang tepat. Dari pengalaman praktik, melakukan terapi pada banyak klien, saya menyimpulkan satu hal. Saya yakin para hipnoterapis QHI juga mengalami hal ini.

Pikiran bawah sadar bertindak bukan sebagai hamba namun lebih sebagai seorang istri. Jika hamba, bisa diperintah seenaknya dan nggak bisa menolak. Kalo istri… he… he… nggak bisa main perintah. Nah, bagaimana caranya agar istri (baca: pikiran bawah sadar) bersedia melakukan apa yang diminta oleh suaminya (baca: pikiran sadar)?

Caranya simple.Suami harus hormat, cinta, dan menggunakan bahasa yang disukai istrinya yaitu ketulusan plus rayuan. Bawah Sadar juga demikian. Kita tidak bisa seenaknya memerintah pikiran bawah sadar untuk menerima dan melaksanakan perintah. Kita harus bisa merayu dan mengajak pikiran bawah sadar melakukan yang kita inginkan.

Hal ini tampak sekali dalam sesi terapi. Pikiran bawah sadar bisa menolak walaupun yang memberikan instruksi adalah figur otoritas. Masih ingat ada seorang peserta wanita , di SC 13, yang waktu diminta untuk memaafkan ibunya dan tiba-tiba ia menggebrak meja dan berkata lantang, dalam kondisi trance, “TIDAK BISA!!”. Bawah sadarnya menolak.

Seringkali dalam konteks terapi, saat menggunakan teknik Ego State, maka kita tidak bisa memaksakan kehendak kepada Parts. Kita justru membujuk dan merayu Parts untuk bersedia memahami dan menerima apa yang diingikan Part lain.

Nah, kembali pada pertanyaa di atas, “Bagaimana kita bisa tahu kalau suatu program (baca: afirmasi, sugesti, atau visualisasi) telah diterima pikiran bawah sadar sepenuhnya?”

Jawabannya adalah dengan memeriksa perasaan atau feeling. Perasaan adalah satu-satunya cara atau indikator untuk memastikan hal ini. Perasaan ini seringkali orang samakan dengan emosi. Perasaan dan emosi sebenarnya adalah dua hal yang berbeda.

Apapun yang kita pikirkan dengan emosi yang intens dan kita rasakan dengan sungguh-sungguh akan tertanam di pikiran bawah sadar dan PASTI akan termanifestasi dalam realita kita.

Jika kita merasa takut miskin maka kita akan miskin. Why? Karena thought (buah pikir) ini masuk ke pikiran bawah sadar dengan muatan emosi negatif. Sama seperti kalau kita merasa takut gagal.

Melalui perasaan kita memberitahu pikiran bawah sadar bahwa apa yang kita rasakan adalah hal yang benar. Tidak peduli apakah perasaan ini positif atau negatif.

Yang saya maksudkan dengan perasaan adalah apa yang kita rasakan pada tiga aspek dari diri kita yaitu di pikiran, di hati, dan di tubuh fisik.

Emosi bila telah dirasakan, apalagi dintensifkan melalui perasaan akan sangat-sangat powerful.

Perasaan juga merupakan kunci dari keberhasilan afirmasi atau visualisasi. Saat melakukan visualisasi maka kita perlu merasakan bahwa apa yang kita inginkan telah benar-benar terjadi.

Pertanyaannya lagi adalah “Mengapa kita perlu merasakannya?”

Jawabnya adalah karena bila kita bisa merasakannya, di pikiran, hati, dan tubuh, maka hal ini merupakan sinyal kepada pikiran bawah sadar bahwa apa yang kita rasakan itu adalah hal yang “benar”. Dengan demikian akan langsung diterima dan pasti dilaksanakan. Jika pikiran , hati, dan tubuh sudah sinkron maka yang pasti kita rasakan adalah perasaan tenang dan damai.

Saya lalu teringat bunyi dari salah satu “buku” yang pernah saya baca yaitu: “ …. apa saja yang kamu minta dan doakan percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”.

Percaya atau belief ini susah-susah gampang untuk diketahui. Namun dari pengalaman praktik akhirnya diketahui yaitu paling mudah dengan melakukan pemeriksaan terhadap 3 aspek di atas.

Oh ya, satu hal lagi sebagai penutup sharing ini. Ini berhubungan dengan Aki Psikis. Lanjutan dari prenyataan di atas, saya juga pernah membaca pernyataan ini : “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang ………………..”

Inti dari pernyataan di atas adalah betapa pentingnya forgiveness atau memaafkan. Dengan memaafkan maka kita telah melepas beban yang selama ini berperan sebagai “lintah energi” yang menghabiskan energi kita. So.. isi hati dengan perasan damai, hening, dan bahagia. Maka semua akan menjadi lebih mudah.

Semoga bermanfaat.

Salam hangat semua.

Adi W.