pikiran bawah sadar

Merdeka!! Tepat di hari Minggu, 17 Agustus 2008, hari kemerdekaan RI ke 63, saya diundang talkshow di Malang bersama Y.M. Uttamo Mahathera. Topik talkshow kali ini mengenai pengembangan potensi diri. Nah, ide menulis artikel ini muncul di tengah serunya acara tanya jawab yang dihadiri lebih dari 600 peserta.

Judul artikel ini mengatakan bahwa ada lima kekuatan yang bisa digunakan untuk mengembangkan potensi diri. Apakah lima kekuatan itu? Ini yang akan saya jelaskan secara urut di artikel ini.

Pertama, yaitu Kekuatan Keyakinan atau The Power of Belief. Mengapa harus dimulai dengan Kekuatan Keyakinan? Keyakinan adalah fondasi untuk melakukan apa saja. Kita baru akan bertindak bila kita merasa yakin mampu melakukan sesuatu. Jika tidak yakin maka upaya yang kita lakukan akan dikerjakan dengan setengah hati. Dan kita tahu, apapun yang dilakukan dengan setengah hati, tanpa kesungguhan, maka hasilnya pasti tidak akan pernah maksimal. Seringkali upaya kita, jika diawali dengan perasaan tidak yakin, akan berakhir dengan kegagalan.

Yakin pun ada syaratnya, tidak asal yakin. Yakin yang saya maksudkan di sini adalah yakin yang berlandaskan kebijaksanaan dan akal sehat. Tidak asal “yakin” dan “ngotot”.

Mengapa harus dilandasi kebijaksanaan?

Ya, karena yakin ini sebenarnya ada tiga macam. Pertama, yakin yang hanya bermain di level kognisi atau pikiran sadar. Kedua, yakin yang bermain pada level afeksi atau pikiran bawah sadar. Ada lagi yakin yang tipe ketiga yaitu yakin yang “ngaco” alias “ngawur”. Yakin tipe ini adalah yakin yang berlebihan atau overconfident tapi tidak ekologis.

Yakin tipe ketiga ini sangat berbahaya. Ini ada satu cerita nyata. Kawan saya pernah bercerita bahwa ada seorang kawannya, sebut saja Bu Yuni, yang setelah mengikuti suatu pelatihan motivasi, menjadi begitu semangat dan menjadi sangat-sangat yakin bahwa ia akan bisa sukses dalam waktu yang sangat singkat dan mudah.

Sepulang dari pelatihan itu Bu Yuni dengan “haqul yaqin” (sangat yakin) memutuskan bahwa ia dalam waktu maksimal 3 (tiga) bulan akan menjadi orang kaya dan akan berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp. 3 Miliar. Benar, anda tidak salah baca, 3 bulan untuk Rp. 3 miliar. Ck.. ck… ck… sungguh dahsyat sekali.

Kekuatan kedua untuk mengembangkan potensi diri adalah dengan Kekuatan Semangat atau The Power of Enthusiasm. Yang menjadi komponen atau bagian dari Kekuatan Semangat adalah konsistensi, persistensi, kegigihan, atau whatever it takes.

Tindakan yang dilandasi dengan suatu keyakinan yang teguh, bahwa kita pasti bisa berhasil, pasti akan dilakukan dengan penuh semangat. Semangat ini sebenarnya adalah motivasi intrinsik atau dorongan bertindak yang berasal dari dalam diri kita. Kekuatan Semangat ini yang membuat seseorang akan terus mencoba walaupun telah gagal berkali-kali. Kekuatan Semangat ini yang mendasari peribahasa “Tidak ada yang namanya kegagalan. Yang ada hanyalah hasil yang tidak seperti yang kita inginkan”, “Winners never quit. Quitters never win”, “Tidak penting berapa kali anda jatuh, yang penting adalah berapa kali anda bangkit setelah anda jatuh.”

Kekuatan Semangat ini yang menjadi pendorong Thomas Edison untuk terus mencoba walaupun ia telah berkali-kali “belum berhasil” menemukan bahan yang sesuai untuk membuat bola lampu listrik. Kekuatan Semangat ini pula yang mendorong Harland Sanders untuk terus menawarkan resep ayam gorengnya yang istimewa Kentucky Fried Chicken, walaupun ia telah ditolak berkali-kali.

Nah, bagaimana dengan kisah Bu Yuni? Saya lanjutkan ya ceritanya.

Bu Yuni, dengan bekal keyakinan yang “pasti” dan “kuat” memutuskan untuk menjalankan suatu usaha yang akan menjadi kendaraannya untuk mengumpulkan Rp. 3 miliar dalam waktu 3 bulan. Bu Yuni bekerja dengan sungguh serius.

Kekuatan ketiga adalah Kekuatan Fokus atau The Power of Focus. Fokus berarti kita hanya melakukan hal-hal yang memang berhubungan dengan target yang ingin kita capai. Pikiran kita menjadi sangat tajam, terpusat, seperti sinar laser yang siap untuk menembus berbagai penghalang. Kita tidak akan membiarkan berbagai cobaan atau distraksi membuat pikiran atau kegiatan kita menyimpang dari tujuan semula.

Saat Kekuatan Fokus bekerja kita akan sangat memperhatikan hal-hal detil dalam upaya mencapai keberhasilan. Kekuatan Fokus ini yang mendorong kita untuk menghasilkan master piece.

Sekarang saya lanjut lagi cerita tentang Bu Yuni. Apakah Bu Yuni fokus? Oh, sangat fokus. Begitu fokusnya sehingga ia bisa melihat banyak sekali peluang di sekitar dirinya. Bu Yuni mengajak kawannya kerjasama. Ia bahkan bersedia menanamkan modal yang cukup besar untuk mengembangkan bisnis kawannya karena ia yakin bisnis ini bisa memberikan sangat banyak uang dalam waktu yang singkat. Bahkan saat kawannya, yang selama ini telah menggeluti bisnis itu, mengatakan bahwa tidak mungkin bisa secepat itu perkembangan bisnisnya, walaupun mendapat suntikan dana besar, Bu Yuni tetap yakin, semangat, dan fokus berkata, “Ah, yang penting yakin. Kalau yakin maka segala sesuatu mungkin terjadi.”

Kekuatan keempat adalah Kekuatan Kedamaian Pikiran atau The Power of Peace of Mind. Kekuatan keempat ini sangat penting diperhatikan karena ini merupakan barometer untuk menentukan apakah keyakinan kita terhadap sesuatu itu ekologis atau tidak.

Saat kita yakin, semangat, dan fokus melakukan sesuatu maka kita perlu memeriksa apakah kita merasakan ketenangan baik di pikiran maupun di hati. Jika jawabannya “Tidak” maka kita perlu memeriksa ulang keyakinan kita.

Kita perlu memeriksa apakah keyakinan kita itu sudah benar-benar yakin ataukah lebih karena dorong emosi tertentu, misalnya emosi takut atau keserakahan.

Pada kasus Bu Yuni, ternyata ia sama sekali tidak merasakan kedamaian. Hal ini tampak dalam kehidupannya. Bu Yuni, dalam upaya mencapai targetnya, ternyata tidak mendapat dukungan dari suaminya. Bu Yuni tetap memaksakan kehendaknya. Ia bersikeras bahwa dengan keyakinannya yang pasti ia akan dapat mencapai apapun yang ia inginkan.

Apa yang terjadi? Bu Yuni sering ribut dengan suaminya dan selalu tampak murung dan stress.

Bila keyakinan kita bersifat ekologis, didasari dengan pikiran yang benar dan kebijaksanaan, maka saat kita bekerja keras dan giat untuk mencapai impian-impian kita, pikiran dan hati kita akan tetap merasa tenang, damai, dan bahagia. Ini adalah satu aspek penting yang jarang sekali diperhatikan oleh kebanyakan orang.

Perasaan tenang, damai, dan bahagia merupakan indikasi bahwa apa yang kita lakukan benar-benar kita yakini akan berhasil. Kita hanya tinggal melakukan kerjanya saja dan sukses sudah pasti akan kita dapatkan. Sukses hanyalah efek samping yang pasti akan terjadi.

Kekuatan kelima adalah Kekuatan Kebijaksanaan atau The Power of Wisdom. Kekuatan ini sangat penting karena digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap apa yang telah kita lakukan pada empat langkah pertama.

Dengan menggunakan kebijaksanaan kita dapat melakukan evaluasi dengan baik, benar,akurat, dan tanpa melibatkan emosi. Jika hasil yang dicapai belum seperti yang kita inginkan maka dengan menggunakan kebijaksanaan kita dapat mengetahui permasalahannya dan dapat meningkatkan diri kita.

Jika hasilnya sudah seperti yang kita inginkan maka, dengan menggunakan kebijaksanaan, kita dapat mempertahankan dan meningkatkan pencapaian itu.

Kebijaksanaan juga digunakan untuk memeriksa keyakinan atau kepercayaan yang menjadi langkah awal tindakan untuk mencapai goal. Dengan bijaksana kita dapat memeriksa keabsahan keyakinan kita. Apakah kita sudah benar-benar yakin secara benar ataukah kita sebenarnya tidak yakin tapi memaksa diri yakin karena kita takut?

Bu Yuni ternyata tidak menggunakan Kekuatan Keyakinan dalam mengejar impiannya. Setelah mendengar penjelasan kawan saya secara cukup detil saya akhirnya menyimpulkan bahwa Bu Yuni ini sebenarnya tidak yakin namun ia memaksakan kehendak, tanpa mempertimbangkan kondisi riil yang sedang ia alami, untuk bisa sukses.

Ternyata emosi yang mendorong Bu Yuni untuk “Yakin” adalah ketakutannya akan masa depan. Ia, setelah menghadiri seminar motivasi, menjadi “sangat yakin” dengan apa yang diajarkan oleh si pembicara dan akhirnya menjadi “buta” oleh emosinya sendiri.

Hal ini diperkuat lagi saat Bu Yuni mendapat peneguhan dari mentornya, pembicara tadi, yang mengatakan, “Pokoknya, kalo kamu yakin, maka kamu bisa mencapai apapun yang anda inginkan.”

Pembaca, belief seperti ini, yang menggunakan kata-kata “pokoknya”, yang saya kategorikan sebagai “belief” yang perlu diwaspadai. Belief ini seringkali tidak membumi dan menyesatkan.

Bila kita menggunakan lima kekuatan yang telah saya jelaskan dalam artikel ini maka dengan bekal yakin, semangat, fokus, damai, dan bijaksana niscaya kita akan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal.

Adi W Gunawan

Hi Alls,

It is impossible for you to see other than the contents of your consciousness

Kemarin malam saya ke Jogja dengan bus malam sekitar jam 24.00. Sambil terngatuk-ngantuk di dalam bus yang melaju kencang saya merenung. Momen seperti ini yang biasa saya manfaatkan untuk melakukan indepth thinking terhadap berbagai hal.

Nah, malam kemarin saya berpikir mengenai korelasi antara pikiran (mind), buah pikir (thought), kepercayaan (belief), emosi (emotions), dan perasaan (feelings). Di buku saya menulis bahwa ada lima cara untuk masuk ke pikiran bawah sadar yaitu melalui jalur:

1. Repetisi

2. identifikasi kelompok dan keluarga

3. informasi yang disampaikan figur otoritas

4. emosi

5. kondisi alfa/theta (hipnosis)

Saya lalu berpikir, bagaimana caranya untuk memastikan bahwa suatu program pikiran (thought) telah benar-benar masuk dan diterima oleh pikiran bawah sadar sepenuhnya? Apa indikator yang bisa digunakan untuk menggaransi bahwa program telah diterima dan siap untuk dijalankan oleh pikiran bawah sadar? Maksud saya, apa yang bisa digunakan sebagai suatu acuan standar guna memastikan bahwa program telah masuk, diterima, dimengerti oleh pikiran bawah sadar? Jika dalam konteks terapi saya bisa dengan sangat mudah melakukan pemeriksaan terhadap klien.

Pertanyaan ini sebenarnya adalah pertanyaan peserta seminar yang mengirim email pada saya. Walaupun saya tahu pasti, dengan memenuhi prasyarat tertentu, maka program yang dimasukkan pasti akan masuk ke pikiran bawah sadar, diterima, dan dilaksanakan, namun peserta perlu “diyakinkan” dengan “sesuatu” yang bisa mereka lakukan sendiri.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diluruskan mengenai pikiran sadar dan bawah sadar. Selama ini pikiran sadar dianggap sebagai tuan dan pikiran bawah sadar dianggap sebagai hamba yang senantiasa setia melayani tuannya. Ini pandangan yang kurang tepat. Dari pengalaman praktik, melakukan terapi pada banyak klien, saya menyimpulkan satu hal. Saya yakin para hipnoterapis QHI juga mengalami hal ini.

Pikiran bawah sadar bertindak bukan sebagai hamba namun lebih sebagai seorang istri. Jika hamba, bisa diperintah seenaknya dan nggak bisa menolak. Kalo istri… he… he… nggak bisa main perintah. Nah, bagaimana caranya agar istri (baca: pikiran bawah sadar) bersedia melakukan apa yang diminta oleh suaminya (baca: pikiran sadar)?

Caranya simple.Suami harus hormat, cinta, dan menggunakan bahasa yang disukai istrinya yaitu ketulusan plus rayuan. Bawah Sadar juga demikian. Kita tidak bisa seenaknya memerintah pikiran bawah sadar untuk menerima dan melaksanakan perintah. Kita harus bisa merayu dan mengajak pikiran bawah sadar melakukan yang kita inginkan.

Hal ini tampak sekali dalam sesi terapi. Pikiran bawah sadar bisa menolak walaupun yang memberikan instruksi adalah figur otoritas. Masih ingat ada seorang peserta wanita , di SC 13, yang waktu diminta untuk memaafkan ibunya dan tiba-tiba ia menggebrak meja dan berkata lantang, dalam kondisi trance, “TIDAK BISA!!”. Bawah sadarnya menolak.

Seringkali dalam konteks terapi, saat menggunakan teknik Ego State, maka kita tidak bisa memaksakan kehendak kepada Parts. Kita justru membujuk dan merayu Parts untuk bersedia memahami dan menerima apa yang diingikan Part lain.

Nah, kembali pada pertanyaa di atas, “Bagaimana kita bisa tahu kalau suatu program (baca: afirmasi, sugesti, atau visualisasi) telah diterima pikiran bawah sadar sepenuhnya?”

Jawabannya adalah dengan memeriksa perasaan atau feeling. Perasaan adalah satu-satunya cara atau indikator untuk memastikan hal ini. Perasaan ini seringkali orang samakan dengan emosi. Perasaan dan emosi sebenarnya adalah dua hal yang berbeda.

Apapun yang kita pikirkan dengan emosi yang intens dan kita rasakan dengan sungguh-sungguh akan tertanam di pikiran bawah sadar dan PASTI akan termanifestasi dalam realita kita.

Jika kita merasa takut miskin maka kita akan miskin. Why? Karena thought (buah pikir) ini masuk ke pikiran bawah sadar dengan muatan emosi negatif. Sama seperti kalau kita merasa takut gagal.

Melalui perasaan kita memberitahu pikiran bawah sadar bahwa apa yang kita rasakan adalah hal yang benar. Tidak peduli apakah perasaan ini positif atau negatif.

Yang saya maksudkan dengan perasaan adalah apa yang kita rasakan pada tiga aspek dari diri kita yaitu di pikiran, di hati, dan di tubuh fisik.

Emosi bila telah dirasakan, apalagi dintensifkan melalui perasaan akan sangat-sangat powerful.

Perasaan juga merupakan kunci dari keberhasilan afirmasi atau visualisasi. Saat melakukan visualisasi maka kita perlu merasakan bahwa apa yang kita inginkan telah benar-benar terjadi.

Pertanyaannya lagi adalah “Mengapa kita perlu merasakannya?”

Jawabnya adalah karena bila kita bisa merasakannya, di pikiran, hati, dan tubuh, maka hal ini merupakan sinyal kepada pikiran bawah sadar bahwa apa yang kita rasakan itu adalah hal yang “benar”. Dengan demikian akan langsung diterima dan pasti dilaksanakan. Jika pikiran , hati, dan tubuh sudah sinkron maka yang pasti kita rasakan adalah perasaan tenang dan damai.

Saya lalu teringat bunyi dari salah satu “buku” yang pernah saya baca yaitu: “ …. apa saja yang kamu minta dan doakan percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”.

Percaya atau belief ini susah-susah gampang untuk diketahui. Namun dari pengalaman praktik akhirnya diketahui yaitu paling mudah dengan melakukan pemeriksaan terhadap 3 aspek di atas.

Oh ya, satu hal lagi sebagai penutup sharing ini. Ini berhubungan dengan Aki Psikis. Lanjutan dari prenyataan di atas, saya juga pernah membaca pernyataan ini : “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang ………………..”

Inti dari pernyataan di atas adalah betapa pentingnya forgiveness atau memaafkan. Dengan memaafkan maka kita telah melepas beban yang selama ini berperan sebagai “lintah energi” yang menghabiskan energi kita. So.. isi hati dengan perasan damai, hening, dan bahagia. Maka semua akan menjadi lebih mudah.

Semoga bermanfaat.

Salam hangat semua.

Adi W.